Kartun Ilustrasi Kegiatan Kelas |
Pendidikan dimanapun tidak akan pernah berdiri secara terpisah dari kegiatan kelas yang memberikan kesempatan kepada seorang pendidik untuk memberikan pemahaman kepada peserta didiknya. Oleh karena itu wajarlah bila pelaksanaan pendidikan selalu menuntut sarana kelas sebagai tempat yang mampu menghubungkan antara guru dan siswa dalam sebuah proses interaksi.
Hubungan yang terjalin melalui kegiatan kelas mampu menempatkan seorang guru dan para murid dalam konteks dialogis, serta membangun persepsi secara horisontal, berupa hubungan emosional antar individu sebagai subjek yang sama, dan secara bersama-sama dalam mengamati objek pengetahuan. Sehingga, tanpa disadari, sesungguhnya aktivitas yang berlangsung tersebut merupakan kenyataan terhadap eksistensi sistem sosial dalam kegiatan pendidikan. Meskipun demikian, jangkauan sistem sosial tersebut sangatlah terbatas. Sebab yang nampak hanya berupa kompleksitas interaksi yang berlangsung melalui aktivitas pembelajaran kelas.
Sebagai upaya untuk memaparkan realitas tersebut, maka melalui makalah ini penulis berupaya untuk merunut pemahaman kita ke dalam sebuah perspektif tentang kegiatan kelas sebagai suatu sistem sosial, melalui penelusuran tentang pengertian kelas beserta ruang lingkup interaksi yang berlangsung di dalamnya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam wawasan sosiologi pendidikan.
Pengertian Kelas
Pengertian kelas menurut Oemar Hamalik adalah suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama, yang mendapat pengajaran dari guru. Pengertian ini jelas meninjaunya dari segi anak didik, karena dalam pengertian tersebut ada frase “kelompok orang” (Oemar Hamalik, 1992:311). Pendapat ini sejalan dengan pendapat Suharsimi Arikunto yang juga mengemukakan pengertian kelas dari segi anak didik. Hanya pendapatnya lebih mendalam. Menurut Suharsimi Arikunto:
Di dalam didaktik terkandung suatu pengertian umum mengenai kelas, yaitu sekelompok siswa yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama. Dengan batasan pengertian seperti tersebut, maka ada tiga persyaratan untuk dapat terjadinya: Pertama, sekelompok anak, walaupun dalam waktu yang sama bersama-sama menerima pelajaran, tetapi jika bukan pelajaran yang sama dari guru yang sama, namanya bukan kelas; Kedua, sekelompok anak yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama, tetapi dari guru yang berbeda, namanya juga bukan kelas; dan Ketiga, sekelompok anak yang sama, menerima pelajaran dari guru yang sama, tetapi jika pelajaran tersebut diberikan secara bergantian namanya juga bukan kelas. (Suharsimi Arikunto, 1988:17)
Suharsimi Arikunto menegaskan, bahwa kelas yang dimaksud di sini adalah kelas dengan sistem pengajaran klasikal dengan pengajaran secara tradisional. Artinya, kegiatan pengajaran dilaksanakan secara bersamaan dan menyeluruh serta serentak.
Lebih jauh mengenai pengertian kelas yang sealur dengan konsep judul makalah ini adalah sebagaimana disampaikan oleh Hadari Nawawi (Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2002:197-198), yang memandang kelas dari dua sudut, yaitu: (1) Kelas dalam arti sempit yakni, ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kelas dalam pengertian ini mengandung sifat statis karena sekadar menunjuk pengelompokan siswa menurut tingkat perkembangannya yang antara lain didasarkan pada batas umur kronologis masing-masing; serta, (2) Kelas dalam arti luas adalah, suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah, yang sebagai satu kesatuan diorganisasi menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa kelas tidak hanya berhubungan dengan definisi suatu tempat, melainkan dapat lebih global lagi, yakni menjadi suatu unit kerja dalam suatu organisasi sosial. Penempatan kelas dalam suatu struktur kerja seperti sekolah memberikan peluang pemanfaatan yang lebih besar cakupannya. Hal ini sebagaimana tergambar dalam kegiatan interaksi edukatif yang berlangsung dalam pendidikan formal.
Kompleksitas Interaksi Sosial dalam Kegiatan Kelas sebagai Sistem Sosial
Dalam kegiatan yang berlangsung di dalam kelas, interaksi antara guru dengan para murid, dan antar sesama murid adalah bagian dari proses pembelajaran yang sangat kompleks. Mengenai hal ini, jika ingin mengetahui bagaimana interaksi tersebut dikatakan sangat kompleks, maka terlebih dahulu mesti diketahui pengertian dari interaksi sosial tersebut.
Pengertian interaksi sosial menurut beberapa pakar (Ary H. Gunawan, 2000:30-31) adalah:
- Menurut Bonner, interaksi sosial ialah suatu hubungan antara dua orang atau lebih, sehingga kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, dan sebaliknya.
- Menurut Young, interaksi sosial ialah kontak timbal balik antara dua orang atau lebih.Menurut Psikologi Tingkah Laku (Behavioristic Psychology), interaksi sosial berisikan saling perangsangan dan pereaksian antara kedua belah pihak individu.
Berdasarkan pernyataan di atas, jelaslah bahwa interaksi sosial adalah polarisasi hubungan antar individu yang saling mempengaruhi. Dari interaksi sosial inilah kemudian terjadi interaksi personal sosial, yaitu interaksi dengan “orang” (person) dalam situasi (lingkungan) sosial, serta interaksi kultural, berupa hubungan seseorang dengan kebudayaan kelompoknya.
Mengenai hal tersebut terdapat pembagian dalam interaksi sosial. Pembagian interaksi sosial tersebut dapat disimak melalui pernyataan di bawah ini mengenai beberapa macam interaksi sosial (Ary H. Gunawan, 2000:32-33), yakni: Pertama, dilihat dari sudut subjeknya, ada tiga macam interaksi sosial, yaitu: Interaksi antar orang perorangan, Interaksi antar orang dengan kelompoknya, dan sebaliknya, Interaksi antar kelompok; Kedua, dilihat dari segi caranya, ada dua macam interaksi sosial, yaitu: Interaksi langsung (direct interaction), yaitu interaksi fisik, seperti berkelahi, hubungan seks/kelamin, dan sebagainya; serta Interaksi simbolik (symbolic interaction), dengan mempergunakan bahasa (lisan/tertulis) dan simbol simbol lain (isyarat), dan lain sebagainya; dan, Ketiga, menurut bentuknya, Selo Soemardjan membagi interaksi menjadi empat, yaitu: Kerjasama (cooperation), Persaingan (competition), Pertikaian (conflict), dan Akomodasi (accommodation), yakni bentuk penyelesaian dari pertikaian.
Kompleksitas interaksi sosial yang terjadi dalam kegiatan kelas antara guru dan siswa serta antar sesama siswa telah terpolarisasi sedemikian rupa dalam kegiatan didalam kelas. Hal ini merupakan gambaran dalam proses riil pembelajaran. Oleh karenanya , dalam interaksi edukatif yang terjalin tersebut guru merupakan komponen utama yang (semestinya) mampu mengarahkan berlangsungnya proses interaksi edukatif ke arah yang positif. Sebab, guru merupakan pengelola sekaligus pengatur jalannya interaksi pembelajaran tersebut.
Kita semua mengetahui, bahkan pernah merasakan, ketika proses pembelajaran tengah berlangsung, ada murid yang merasa terganggu saat mengikuti pelajaran di kelas karena ulah teman sekelasnya, atau ada pula yang merasa terganggu ketika salah seorang murid mengajak temannya berbicara, atau ada yang bertingkah usil dengan menyembunyikan alat tulis, atau kita sendiri selaku pendidik merasa dilecehkan oleh siswa ketika salah seorang di antaranya selalu mendominasi pembicaraan saat diskusi kelompok, mendebat kita selaku guru secara tidak wajar, dan sebagainya.
Tentu ada juga yang pernah merasa terganggu karena ruang kelas sangat panas dan pengap, penerangan kurang jelas, tempat duduk tidak nyaman, barang-barang dalam kelas tidak teratur, dan sejenisnya. Demikian pula tentu ada yang pernah merasa kecewa, tersinggung, marah, malu, dan sebagainya, karena perlakuan tertentu dari guru meskipun sebenarnya apa yang diajarkan olen guru tersebut menarik untuk disimak.
Kondisi sebagaimana yang digambarkan di atas menunjukkan bahwa dalam kegiatan kelas semua orang berhubungan langsung dengan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar. Dan secara kompleks, interaksi pembelajaran yang terjadi telah membentuk sistem sosial, baik disadari secara langsung, maupun tidak. Dalam situasi seperti ini terdapat seorang individu dalam kegiatan kelas yang dihormati, disegani, dipatuhi perkataannya, dan ada pula yang sebaliknya, diejek, dimarahi, dikucilkan,direndahkan kedudukannya di antara rekan-rekannya yang lain.
Kondisi tersebut pada akhirnya membentuk klasifikasi sosial dalam interaksi kelas, baik yang berpretensi material, seperi antara kaya dan miskin, atau immaterial, seperti terhormat, kurang terhormat dan tidak terhormat. Atau, yang bersifat formil, seperti pandai dan bodoh, yang bersifat informil, seperti cantik, tampan dan sebaliknya.
Kondisi seperti dipaparkan di atas membutuhkan penanganan dalam bentuk kerjasama (cooperation) dan akomodasi (accommodation), yakni bentuk penyelesaian dari pertentangan. Seorang guru diharuskan menjadi mediator pembelajaran kelas dengan sistem sosial yang telah terbentuk sedemikian rupa ke arah bentuk pembelajaran kelompok yang antara satu dengan lainnya dapat bekerjasama dengan baik serta saling memahami kedudukan atau posisi antar individu yang terdapat di dalam kelompok. Seorang guru, dalam kondisi seperti itu juga mesti mempersempit jarak perbedaan di atara individu satu dengan yang lainnya, menyamaratakan sikap dan perlakuan kepada seluruh personil kelompok, dan memberikan penghargaan yang tidak berlebihan atas prestasi yang dicapai oleh individu maupun kelompok.
Penutup
Kegiatan kelas sebagai sistem sosial secara regulator merefleksikan karakter pembelajaran yang banyak dipengaruhi oleh aturan main atau regulasi yang dianut dan diciptakan oleh guru. Hal tersebut merupakan kesepakatan (consensus) yang dibangun melalui tata tertib dan aturan kedisiplinan. Jika telah mencapai pada level ini, maka aktivitas pembelajaranpun akan mencakup suasana psikologis kelas yang nyaman, iklim pembelajaran yang kondusif (menarik), motivasi dan gairah belajar peserta didik yang tinggi.
Namun demikian, terdapat berbagai dialektika pengetahuan yang mesti dipahami oleh seorang pendidik jika ingin memformat aktivitas pembelajaran tersebut menjadi sistem interaksi kelas yang amat menyenangkan. Tidak hanya bagi siswa, melainkan juga bagi guru selaku pengelola penuh atas aktivitas yang berlangsung di dalam kelas. Hal inilah yang kemudian menjadi tolok ukur bagi aktivitas pengajaran yang diselenggarakan oleh guru ke depan.
Daftar Pustaka
Ary H. Gunawan. 2000. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Oemar Hamalik. 1992. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: PT. Sinar Baru.
Suharsimi Arikunto. 1998. Pengelolaan Kelas dan Siswa: Sebuah Pendekatan Evaluatif. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Syaiful Bahri dan Aswan Zain Djamarah. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Catatan:
Ditulis oleh H. Mubarak, S.Pd.I., M.Pd.I. Makalah ini disajikan dalam diskusi ilmiah dosen FAI Unikarta.
0 komentar