04/05/2016

Ziarah Loang Baloq di Kota Mataram, NTB
Mubaraklink.Web.Id - Tulisan ini adalah sepenggal cerita dari kunjungan saya ke Kota Mataram, NTB. Awalnya, setelah satu hari kegiatan kunjungan ke Kantor Walikota Mataram, keesokan harinya ada sedikit waktu luang yang bisa saya manfaatkan untuk sekedar jalan-jalan keliling Kota Mataram, walaupun hanya sekedar melihat-lihat. Bersama seorang teman saya memanggil taksi argo “Bluebird” yang banyak ditemukan di Kota Mataram. Niat awalnya hanya ingin keliling-keliling.

Begitu didalam taksi sang driver menceritakan kepada kami bahwa ada sebuah taman di Kota Mataram yang dinamakan Taman Loang Baloq, yang telah ditata oleh Pemerintah Kota Mataram sehingga menjadi wisata taman sekaligus wisata pantai di Kota Mataram. Bahkan bukan hanya itu, katanya, diseberang Taman Loang Baloq terdapat Makam Keramat Loang Baloq yang menginspirasi penamaan taman diseberangnya. Saya bersama teman mendengarkan dengan seksama cerita si driver taksi itu kepada kami, sambil sesekali bertanya sekedar penanda bahwa kami merespon cerita si pengemudi taksi.

Perjalanan yang kami tempuh dari Golden Palace Hotel Lombok yang terletak di Jalan Sriwijaya No. 38 Mataram menuju ke Jalan Lingkar Selatan Tanjung Karang, Mataram sekitar 45 menit. Kata si driver kalau jalanan sedang padat jarak antara hotel tempat kami menginap menuju ke Taman Loang Baloq ditempuh dengan waktu sekitar 1 jam lebih. Akhirnya kami pun tiba di tempat tujuan, yaitu Taman Loang Baloq. Sebelum turun dari taksi, si supir menanyakan ke kami apakah kami mau dia tunggu atau tidak, sebab katanya jarang sekali taksi argo yang lewat di jalan taman ini. Kebanyakan pengunjung menggunakan kendaraan pribadi, baik mobil maupun motor. Memang setelah beberapa saat saya amati sangat jarang sekali ada taksi argo yang melalui jalan Lingkar Selatan Tanjung Karang ini. Dalam benak saya, entah apakah ini cuma strategi si supir supaya kami menggunakan jasanya kembali atau atau ada alasan lain. Tapi yang jelas ucapannya ke kami mengenai jarangnya taksi argo yang melewati jalan itu sepintas benar adanya. Dalam keraguan, teman saya mengatakan sebaiknya tidak usah ditunggu. Tetapi si supir bersikeras, katanya tidak apa-apa kalau kami tidak mau ditunggu, toh dia juga katanya sedang tidak ada penumpang sehingga ada baiknya menunggu kami saja selesai berwisata ke Taman Loang Baloq. Tanpa negosiasi, kamipun berlalu dari hadapan si supir.

Entah kenapa, saat itu yang pertama terbersit di pikiran saya adalah berziarah ke Makam Loang Baloq. Saya sampaikan ke teman yang bersama saya saat itu, ada baiknya jika kami terlebih dahulu berkunjung ke Makam Loang Baloq baru kemudian ke Taman Loang Baloq di seberangnya. Teman saya itupun mengiyakan, mungkin ia memahami maksud yang terkandung di dalam ucapan saya tadi. Alhasil, masuklah kami ke kawasan Makam Loang Baloq itu. Melihat ke dalam kawasan Makam Loang Balok awalnya ada sedikit perasaan ngeri di hati saya. Betapa tidak, didepan saya terlihat Pohon Beringin Besar dengan akar gantungnya yang menjuntai ke bawah. Tetapi anehnya, warga sekitar yang juga berkunjung ke kawasan makam saat itu nampak telah terbiasa dengan pemandangan itu. Dan, yang tidak kalah membuat saya terkejut adalah sambutan seorang laki-laki yang memakai kain sarung, berbaju kaos lengan pendek berwarna hitam, serta rambut gondrongnya yang diikat ke belakang.

“Sampeyan asalnya dari mana, Pak?” tanya si laki-laki berambut gondrong itu kepada saya. Seketika saya jawab saya dari Tenggarong, Kalimantan Timur. Si laki-laki gondrong itu dengan reaksi yang seadanya Cuma mengangguk kecil dan melanjutkan ucapannya, katanya kalau saya dengan teman mau berziarah ke Makam bisa langsung ke Makam Syeikh, atau ke Makam Datuk Laut atau bisa juga ke Makam Anak Yatim. Saya kebingungan, saat itu mana yang disebut Makam Syeikh, mana Makam Datuk laut dan Makam Anak Yatim yang dimaksud laki-laki berambut gondrong tadi. Maka untuk melepas penasaran, saya melihat langsung ke bangunan makam yang ditunjukan laki-laki berambut gondrong tadi dan pahamlah saya akhirnya.

Makam Loang Baloq –kata “Loang Baloq” berasal dari bahasa Sasak Lombok yang berarti “Lubang Buaya”. Memang di kawasan ini tumbuh sebuah Pohon Beringin yang memiliki lubang tempat berdiam Buaya, yang konon kabarnya berumur ratusan tahun. Menurut sejarahnya Makam Loang Baloq adalah kawasan pemakaman yang didalamnya terdapat puluhan jasad. Tetapi, keistimewaan Makam Loang Baloq ini adalah terdapatnya 3 makam istimewa yang menjadi obyek ziarah para peziarah di Kota Mataram, yakni Makam Ulama Maulana Syekh Gaus Abdurrazaq, Makam Anak Yatim dan Makam Datuk Laut.

Menurut cerita yang berkembang Maulana Syekh Gaus Abdurrazaq adalah seorang ulama dan pendakwah agama Islam yang berasal dari Baghdad Irak yang menyebarkan agama Islam dari Palembang lalu kemudian singgah di Lombok sekitar 18 abad yang silam. Setelah menyebarkan Islam di daerah Palembang, beliau lalu meneruskan perjalanan dakwahnya dan mendarat di pesisir pantai Ampenan. Saat sampai disana, beliau memberikan petuah-petuah yang bersumber pada ajaran Islam dasar kepada warga dan masyarakat sekitar. Menurut versi yang lebih ilmiah, Maulana Syekh Gaus Abdurraza ini aslinya bernama Syaikh Nurur Rasyid yang datang dari Jazirah Arabia bersama rombongannya bermaksud berlayar ke Australia guna meneruskan dakwahnya. Namun karena satu dan lain hal mereka singgah di Pulau Lombok dan selanjutnya menetap di Bayan, Lombok Barat bagian Utara. Karena dikenal sebagai zâhid masyarakat setempat memanggil Syaikh Nurur Rasyid dengan sebutan Gaus Abdurrazzaq. Beliau menikah dengan Denda Bulan yang melahirkan seorang putra yang diberi nama Zulkarnain. Zulkarnain inilah yang katanya menjadi cikal bakal Raja Selaparang yang menikah dengan Denda Islamiyah. Dari pernikahan ini lahirlah seorang putri diberi nama Denda Qamariyah, yang dalam hikayat masyarakat Lombok populer dengan sebutan “Dewi Anjani”.

Makam Syekh Gaus Abdurrazaq inilah yang berada tepat di lubang di bawah pohon beringin yang berbentuk persegi panjang, berlubang di tengah seperti sebuah goa, dimana lubang di tengah inilah tempat dimana para peziarah biasanya memercikan air dan menaburkan bunga sebagai penghormatan. Untuk masuk ke dalam areal makam yang sudah dipermak dengan keramik putih bersih ini para peziarah perlu memasuki sebuah pintu khusus, yang mana di samping pintu masuk tersebut sudah disiapkan air untuk digunakan para peziarah. Sementara itu, Makam Anak Yatim berada disamping bagian luar Makam Maulana Syekh Gaus Abdurrazaq dengan ukuran yang lebih kecil. Di samping makam ini, berdampingan pula Makam Datuk Laut dengan bangunan berbentuk permanen dengan ukuran sekitar 3x4 meter dengan keramik berwarna hitam.

Ada dua momen menarik menurut saya ketika berziarah ke Makam Maulana Syekh Gaus Abdurrazaq ini, yaitu: Pertama, ketika saya berada di Mushola kecil yang terdapat di areal makam. Saya hanya merasa aneh ketika saat itu ada sekelompok kecil peziarah yang dipimpin oleh seorang orang tua, yang menurut perkiraan saya orang tua ini memiliki ilmu agama yang bagus, bahkan menurut saya bersahaja. Tetapi anehnya, beliau ini ketika mau menunaikan sholat Ashar lebih menunjuk saya untuk mengimami Sholat Ashar kala itu. Dengan agak sungkan saya pun mengimami Sholat Ashar bersama beliau saat itu. Tapi, dengan penuh hormat saya juga meminta beliau untuk memimpin doa selepas kami Sholat Ashar. Kedua, ialah momen ketika saya dan teman berziarah ke dalam Makam Maulana Syekh Gaus Abdurrazaq. Saya dan teman yang berziarah dengan membaca surat Yasin dan Tahlil dikejutkan dengan perilaku ziarah para peziarah dari masyarakat Lombok ditempat itu yang hanya berdoa dan mengguyurkan air ke pusara makam Maulana Syekh Gaus Abdurrazaq.

Berziarah ke Makam Maulana Syekh Gaus Abdurrazaq, yang awalnya tidak saya rencanakan terlaksana dengan tuntas. Saya membatin saat itu, mungkin Allah berkehendak supaya saya berkunjung kesana supaya saya memahami serpihan kecil dari keistimewaan Kota Mataram, Pulau Lombok dan tentunya masyarakat Lombok yang religius –meskipun, ada pula sebagian dari sifat relijiusitas masyarakat Lombok itu yang berbalut dengan tradisi dan sinkretisme. Tetapi, apapun namanya, keistimewaan Pulau Lombok tetap menjadi citra yang baik di mata saya. Semoga bisa kembali ke Pulau Lombok.

0 komentar

Advertisement