22/03/2022

Mubaraklink.Web.Id - Lingkungan Pendidikan merupakan situasi yang memungkinkan untuk diselenggarakannya kegiatan pendidikan secara konsisten, seperti di sekolah, di rumah, atau dalam keluarga, serta di tengah-tengah masyarakat. Parameter lingkungan pendidikan seperti ini adalah kondusifitas lingkungan bagi terselenggaranya pendidikan secara baik dan benar, serta mampu memberdayakan potensi peserta didik. Lingkungan pendidikan merupakan penentu karakter dan kepribadian peserta didik.

Gmbaran tentang Lingkungan Pendidikan

Tinjauan Sosiologi

Tinjauan sosiologi dibutuhkan untuk menggali teori-teori berkenaan dengan lingkungan pendidikan, antara lain: fungsionalisme struktural, neofungsionalisme, dan interaksionisme simbolik. Pertama, Fungsionalisme Struktural. Teori ini melihat masyarakat sebagai suatu sistem dari berbagai bagian yang saling berhubung satu dengan lainnya, dan hubungan itu saling mempengaruhi dan timbal balik. Sistem sosial cenderung bergerak ke arah keseimbangan yang dinamis, juga ke arah integrasi sosial melalui penyesuaian-penyesuaian, ketegangan-ketegangan dan proses institusionalisasi. Perubahan pada sistem sosial terjadi secara gradual melalui penyesuaian-penyesuaian, jikapun terjadi perubahan secara drastis yang berubah hanya bentuk luarnya saja sedangkan unsur sosial budaya dasarnya tidak berubah. Perubahan sosial terjadi disebabkan upaya penyesuaian yang dilakukan oleh sistem sosial terhadap pengaruh yang datang dari luar, pertumbuhan melalui proses diferensiasi struktural dan fungsional, dan akibat adanya penemuan-penemuan baru oleh masyarakat. Serta, daya integrasi yang paling tinggi dari suatu sistem sosial akibat adanya konsensus nilai-nilai yang merupakan prinsip dan tujuan dasar dari anggota masyarakat. (Soelaeman, 2008:59)

 

Kedua, Neofungsionalisme. Teori ini hadir sebagai upaya menyegarkan kembali teori fungsionalisme struktural. Asumsi dasar teori ini adalah (1) Masyarakat terdiri atas unsur-unsur yang saling terintegrasi dan masyarakat bersifat terbuka dan plural, (2) Masyarakat didasarkan kepada tindakan dan keteraturan, baik yang bersifat mikro dan makro, (3) Masyarakat dalam keberlangsungannya memerlukan keseimbangan yang dinamis bukan statis, (4) Perubahan sosial membutuhkan kontrol sosial, serta, (5) Perubahan sosial di masyarakat merupakan diferensiasi dalam sistem sosial, kultural dan kepribadian, perubahan tidak hanya membawa keselarasan dan konsensus, juga ketegangan individual maupun kelompok. (Sahrul, 2011:58).

 

Ketiga, Interaksionisme Simbolik. Teori ini lahir dibawah teori fenomenologi atau teori interpretatif dan teori tindakan sosial. Teori ini menyatakan bahwa berkembangnya kepribadian seseorang ditentukan oleh keefektifan hubungan sosial dengan sesama manusia. Perilaku sosial dibagi kepada empat bagian: perilaku tradisional, perilaku rasional, perilaku berdasarkan kepercayaan secara sadar, dan perilaku emosional. Tindakan sosial sama dengan perilaku sosial manusia. Hal ini disebabkan dalam berperilaku manusia ada yang bersifat tertutup, terbuka, disengaja dan tidak disengaja. Sehingga, perilaku manusia diketahui dari gejala sosiologi karena dapat mengamati perilaku sosial timbal balik sebagai gejala yang dapat dilihat dari interaksi sosial manusia (Sahrul, 2011:60-61).

 

Tinjauan Filsafat Pendidikan

Pandangan Filsafat Pendidikan, mengutip Haidar Putra Daulay (2016:120) membagi lingkungan pendidikan kepada tiga bagian, yaitu: rumah tangga (keluarga), sekolah, dan masyarakat. Tiga bagian ini disebut juga lembaga pendidikan (Syapruddin,dkk, 2014:147) yang menurut jenis kelembagaannya dibagi menjadi Informal, Formal, dan Nonformal. Pendidikan Formal disebutkan sebagai pendidikan berjenjang dari tingkat dasar, menengah hingga tinggi; Pendidikan Nonformal pada berupa lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim, dan lain-lain; dan, Pendidikan Informal berupa pendidikan yang dilakukan di keluarga dan di lingkungan secara mandiri. (UU No. 20/2003, Pasal 17, 18, 20, 26, 27)  

Pendidikan di Sekolah

Lingkungan rumah tangga (keluarga) adalah awal mula berlangsungnya pendidikan anak, sekaligus basicnya. Dalam lingkungan ini orang tua menjadi penanggung jawab utamanya, dimana baik dan buruknya rumah tangga akan berpengaruh terhadap perilaku anak. Sedangkan lingkungan sekolah menjadi tempat bergaul bagi anak dengan teman dan gurunya. Dari lingkungan sekolah anak memperoleh nilai-nilai baru dalam proses pergaulannya dengan lingkungan sekolahnya. Oleh karenanya, menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif bagi anak akan turut membentuk perilaku anak ke arah yang diinginkan. Sekolah perlu menerapkan hidden curriculum yang berpengaruh kepada pembentukan watak anak. Sebab, kebiasaan baik yang berlaku di sekolah akan berpengaruh kepada kepribadiannya. Adapun, lingkungan sosial yang lebih luas juga sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak dalam membentuk kepribadiannya. Lingkungan masyarakat yang pendidikannya diperhatikan oleh masyarakatnya maka pendidikannya akan maju, demikian pula sebaliknya (Daulay, 2016:120-121). Keluarga adalah pondasi pendidikan. Keluarga adalah unit sosial yang sangat menentukan masa depan anak disebabkan adanya perlindungan, perhatian, bimbingan, dan pendidikan yang mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Keluarga adalah struktur yang bersifat khusus karena diikat dengan hubungan darah serta pernikahan yang menyebabkan adanya rasa harap (mutual expectation), yang sesuai dengan ajaran agama, memiliki kekuatan hukum, dan memiliki ikatan bathin. Suatu keluarga akan kokoh berdiri manakala fungsi keluarga dapat berjalan secara oprimal (Syafruddin, dkk, 2014:147).

 

Selanjutnya, sekolah merupakan salah satu wahana strategis dalam membina sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan. Sekolah dipandang sebagai suatu sistem yang inti kegiatannya belajar dan mengajar. Di sekolah aktivitas pengajaran merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdapat berbagai subsistem atau komponen-komponen yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Guru merancang dan melakukan kegiatan mengajar untuk membantu anak melakukan kegiatan pembelajaran. Mengajar bagi guru adalah pemberian bimbingan kepada siswa untuk belajar atau menciptakan lingkungan untuk memudahakan kegiatan pembelajaran. Melalui kegiatan pembelajaran inilah terjadi proses perubahan tingkah laku melalui serangkaian kegiatan belajar seperti membaca, mengamati, mendengar, dan lain sebagainya. Belajar ini dapat dilihat dari segi makro dan mikro. Dari segi makro kegiatan belajar dinyatakan sebagai kegiatan psiko-pisik menuju arah perkembangan pribadi seutuhnya, sedangkan secara mikro belajar berarti berupaya menguasai materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya (Syafruddin, dkk, 2014:164-165).


Adapun masyarakat yang merupakan kumpulan individu dan kelompok terikat oleh kesatuan bangsa, negara, kebudayaan, dan agama. Setiap masyarakat memiliki cita-cita yang diwujudkan melalui peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu. Pendidikan masyarakat disebut juga pendidikan luar sekolah (out of school education). Pendidikan luar sekolah ini bersifat nonformal, yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah, terencana, dan berada di luar kegiatan persekolahan formal (Syafruddin, dkk, 2014:180). Berikutnya, perlu ditegaskan kembali bahwa lingkungan pendidikan Islam berkaitan erat dengan kelembagaan pendidikan Islam. Konsep kelembagaan tidak hanya terbatas pada institusi kependidikan melainkan mencakup segala sesuatu yang mengalami perubahan. Di sini konsep kelembagaan pendidikan Islam secara formal adalah madrasah dan pesantren, namun secara informal kelompok masyarakat, bangsa ataupun negara juga dikategorikan sebagai lembaga kependidikan. Bahkan, lebih umum lagi individu manusia yang hidup serta berinteraksi dengan alam sekitarnya untuk bertahan hidup, juga disebut sebagai salah satu bentuk kongkret dari lembaga kependidikan, disebabkan ia melakukan perubahan dan perbaikan untuk mempertahankan hidup dan eksistensi dirinya (Muliawan, 2015:213-214).

 

Penutup

Tidak bisa dipungkiri bahwa pembentukan kepribadian, intelektual dan kemampuan motorik anak didik dipengaruhi dan ditentukan oleh lingkungan, bahkan, dalam banyak kasus penyimpangan karakter dan kepribadian anak didik ditentukan oleh faktor lingkungan dan masyarakatnya, sehingga bukan semata-mata kualitas faktor pembelajaran. Banyak hal di dalam lingkungan yang mungkin menjadi penghambat pendidikan seperti: jarak dan waktu tempuh untuk memperoleh pendidikan, lokasi masyarakat pelosok atau terpencil, serta budaya dan tradisi masyarakat yang tidak mendukung program pendidikan oleh pemerintah.


Sebaliknya, keberadaan lembaga pendidikan sebagai lingkungan pendidikan bagi peserta didik seringkali dikaitkan dengan motif ekonomi. Tidak sedikit alasan berdirinya suatu lembaga pendidikan dikaitkan dengan kepentingan komersil. Akibatnya, lingkungan pendidikan terkontaminasi oleh nilai-nilai negatif dari masyarakat yang boleh jadi merupakan pemicu munculnya kekerasan dalam dunia pendidikan.

 

Daftar Pustaka

Soelaeman, M. Munandar. Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial. Cetakan Ketigabelas. Bandung: PT. Refika Aditama, 2008.

Sahrul. Sosiologi Islam. Medan: IAIN Press, 2011.

Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat. Cetakan Kedua. Jakarta: Prenada Media Group, 2016.

Syafaruddin, dkk. Ilmu Pendidikan Islam: Melejitkan Potensi Budaya Umat. Cetakan Keenam. Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2014.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2003.

Muliawan, Jasa Ungguh. Ilmu Pendidikan Islam: Studi Kasus terhadap Struktur Ilmu, Kurikulum, Metodologi, dan Kelembagaan Pendidikan Islam. Depok: PT. Rajagrafindo Persada, 2015.

  

0 komentar

Advertisement